Abu-Nuwas al-Hasan bin Hani al-Hakami (750-810), biasanya dikenal sebagai Abū-awās atauAbū-Nuwās (Bahasa Arab:ابونواس), adalah seorang pujangga Arab. Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab and Persia mengalir di tubuhnya.
Abu Nawas dianggap sebagai salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah Seribu Satu Malam.

cerita lucu abu nawas
cerita lucu abu nawas merupakan humor sufi yang paling saya sukai. legendaabu nawas mungkin mirip cerita kabayan dari bandung. cerdas dalam keluguan, rendah hati dalam kemenangan. tokoh abu nawas atau nasrudin begitu populer sehingga cerita lucu abu nawas layak di sebut humor sufi abu nawas
ABU
NAWAS DAN MIMPI INDAH
Seorang pendeta dan seorang rahib berencana memperdayai Abu
Nawas. Rencanapun disusun rapi dan mereka segera bertandang kerumah Abu Nawas
yang disambut baik oleh yang empunya rumah.
“Kami
ingin mengajakmu melakukan pengembaraan suci, wahai Abu Nawas. Kami berharap
engkau tidak keberatan dan dapat bergabung bersama kami,” ujar si Rahib sambil
melirik pada kawan di sebelahnya.
“Dengan
senang hati aku akan ikut, kapan rencananya?” Tanya Abu Nawas.
“Besok
pagi ujar si Pendeta gembira.
“Baiklah
kitabertemu di warung teh besok,” uhar Abu Nawas.
Demikianlah keesokan harinya Abu Nawas beserta dua orang
yang mengajaknya ini berangkat bersama. Mereka berpakaian dengan cara yang
khas. Abu Nawas dengan pakaian sufi, si Pendeta dengan baju kebesarannya, dan
si Rahib dengan pakaian keagamaannya. Di tengah perjalanan mereka bertiga mulai
merasa lapar.
“Hai Abu
Nawas, karena kita sudah sudah lapar dan kebetulan kita tidak membawa bekal,
ada baiknya engkau mengumpulkan derma untuk membeli makanan bagi kita bertiga.
Kami berdua akan melakukan kebaktian,” ujar si Pendeta.
Tanpa
berpikir panjang, Abu Nawas langsung beranjak pergi mencari dan mengumpulkan
derma dari satu dusun ke dusun yang lain. Setelah dirasa derma yang diterima
mencukupi, Abu Nawas langsung membali makanan yang cukup untuk mereka bertiga.
Abu Nawaspun kembali kepada dua temannya yang tengah melakukan kebaktian.
“Mari
kita bagi makanan ini sekarang juga,” ujar Abu Nawas yang memang sudah sangat
lapar.
“Jangan,
jangan dibuka sekarang, karena kami sedang berpuasa,” ujar sang Rahib.
“Tapi
aku hanya akan mengambil bagianku saja, sedang bagian kalian terserah kalian,”
ujar Abu Nawas.
“Aku
tidak setuju, kita harus seiring seirama dalam berbuat apapun,” ujar si
Pendeta.
“Betul
aku juga tidak setuju, karena waktu makanku besok pagi,” ujar si Rahib yang
ahli Yoga menimpali.
Tentu
saja Abu Nawas sangat usar mendengar pernyataan kedua orang itu. Perutnya yang
keroncongan memaksanya kembali memperotes.
“Bukankah
aku yang kalian suruh mencari derma dan sudah kukumpulkan derma itu dan
sekarang telah kubelikan makanan. Mengapa kalian tidak mengizinkan aku mengambil
bagianku sendiri? Sungguh tidak masuk akal,” ujar Abu Nawas memperotes.
Namun
dua orang itu tetap teguh pada pendiriannya sekalipun Abu Nawas dengan segala
macam cara menjelaskan tetap saja si Rahib dan Pendeta bergeming. Hal ini
membuat Abu Nawas dongkol bukan main, tapi karena dirasa tidak ada gunanya
menentang dua orang yang sudah bersekongkol itu, Abu Nawaspun memilih diam.
“Bagaimana
kalau kita buat perjanjian?” ujar sang pendeta tiba-tiba.
“Perjanjian
apa?” Tanya Abu Nawas.
“Kita
adakan lomba, siapa yang nanti malam bermimpi paling indah, maka dia berhak
atas bagian makanan yang lebih banyak. Sedang yang kedua mendapat bagian lebih
sedikit. Sedang yang mimpinya tidak indah mendapat bagian makanan yang paling
sedikit,” ujar Pendeta dengan cerdiknya. Karena sudah dongkol dan kesal, Abu
Nawas menyetujui saja perjanjian itu.
Begitu
pagi sudah tiba mereka bertiga sudah bangun. Dengan sangat antusias si Rahib
lalu menceritakan mimpinya.
“Luar
biasa! Semalam aku bermimpi indah sekali. Aku memasuki sebuah taman yang mirip
sekali dengan Nirwana. Aku merasakan suatu kenikmatan dan keindahan yang belum
pernah kurasakan seumur hidupku,” ujar Rahib dengan gembiranya.
“Mimpimu
sangat menakjubkan saudara Rahib, sangat menakjubkan…,” ujar si Pendeta dengan
agak berlebihan.
“Mimpiku
pun tak kalah indahnya,” ujar Pendeta, “Aku seolah-olah menembus ruang dan
waktu. Aku menyusup ke masa silam di mana pendiri agamamu hidup. Dan sungguh
sangat membahagiakan aku bertemu dengannya dan kemudian aku diberkati olehnya,”
ujar sang Pendeta dengan gembiranya.
“Seperti
tadi, kini giliran Rahib memuji-muji mimpi si Pendeta. Sementara Abu Nawas diam
saja melihat kelakuan dua orang yang memang bersekongkol memperdayai dirinya
itu.
“Hai Abu
Nawas, kenapa kau diam saja. Apa mimpimu semalam, apakah seindah mimpi kami?”
ujar si Rahib dan Pendeta hamper bersamaan.
Abu
Nawas yang sudah tahu dirinya tengah dikerjai, hanya berujar pelan.
“Kawan-kawanku
sepengembaraan. Kalian tentu mengenal Nabi Daud as. Beliau adalah Nabi yang
ahli berpuasa, tadi malam aku bermimpi bertemu dan berbincang-bincang
dengannya. Beliau menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Karena aku belum
makan dari pagi, maka aku bilang saja bahwa aku berpuasa. Tidak tahunya beliau
menyuruhku berbuka karena hari sudah malam. Tentu saja aku tidak berani
membantah perintah seorang Nabi. Makanya aku bangun dan langsung menghabiskan
semua makanan,” ujar Abu Nawas dengan santainya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar